Rabu, 15 Januari 2014



INJEKSI CHLORPHENIRAMIN MALEAS DAN
TETES TELINGA KLORAMFENIKOL

Logonya yg ini ya_

Oleh :


Titis Triyamuliyana (50)
Ucu Kurniawan     (51)
Uniex Septiyalinda  (52)





JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II
2013

PENDAHULUAN

Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan, mematikan atau menghancurkan semua bentuk mikroorgaisme hidup baik yag patogen maupuntidak, baik dalam bentuk vegetatif (spora) dari suatu objek atau bahan.
         
Beberapa definisi yang sering dijumpai dalam bidang teknologi steril, antara lain :

Ø  Sterilisasi adalah suatu kondisi tidak adanya mikroorganisme
Ø  Sterilisasi adalah suatu cara untuk inaktivasi atau eliminasi mikroorganisme hidup (termassuk spora)
Ø  Teknik aseptik adalah prosedur pembuatan produk steril dari bahan,alat,pekerja dan area yang steril sehingga tidak memungkinkan masuknya mikroba dalam produk
Ø  Uji sterilitas adalah pengujian produk steril dari paparan mikroba
Ø  Disinfeksi adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengurangi mikroba patogen pada kondisi tertentu, tidak bersifat absolut, efektif untuk bentuk vegetatif bukan spora
Ø  Desinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk membunuh mikroba patogen dari benda-benda hidup
Ø  Antiseptik adalah baha kimia yang digunakan pada jaringan hidup (manusia atau hewan) untuk membunuh mikroba patogen
Metode sterilisasi

Beberapa metode sterilisasi yang digunakan, antara lain:
1.    Pemanasan
2.    Radiasi
3.    Filtrasi
4.    Kimia (gas)











INJEKSI CHLORPHENIRAMIN MALEAS


A.  Tujuan Praktikum
1.    Mahasiswa dapat memahami cara formulasi sediaan farmasi steril
2.    Mahasiswa dapat memahami cara-cara pengemasan sediaan farmasi steril
3.    Mahasiswa dapat mengevaluasi sediaan farmasi steril yang telah dibuat
4.    Mahasiswa dapat memahami cara-cara sterilisasi bahan obat, bahan pembantu, alat dan wadah sediaan farmasi steril
B.  Dasar Teori
  B.1 Injeksi

Menurut FI III : sediaan steril berupa larutan,emulsi dan suspense atau serbuk yang haru dilarutkan atau disuspensikan terlbih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lender. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda. Injeksi digolongkan menjadi intradermal, intramuscular, intraciterium, interaktor, intrarektal, intrasisterna, pesidura, intraortikulus, subkonjungtiva.

Menurut Ansel : obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebass pathogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parental. Istilah parental seperti umum digunakan menunujukan lewat suntikan seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan suntikan. Kata ini berasal dari kata yunani, para dan enteron yang berarti diluar usus halus dan merupakan rute pemberi lain dari rute oral

Menurut FI IV : pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing lain, cara pembuatan obat yang baik (CPOB) juga mensyaratkan tiap akhir wadah injeksi harus diamati satupersatu secara fisik dan tiap wadah yang menunjukan percampuran bhan asing yang terlihat secara visual harus ditolak.





  B.2  Air untuk Injeksi

Menurut FI III : aqua pro injektiv dibuat dengan menyuling kembali air suling segar dengan pemakaian alat kaca netral atau wadah logam yang cocok yang dilengkapi dengan labu peracik. Hari pertama sulingan dibuang sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan digunakan.

Menurut Ansel : pelarut yang paling sering digunakan adalah obat suntik secara besar-besaran adalah air untuk obat sunti, air ini dimurnikan dengan cara penyulingan atas atau osmosis terbalik (reverseosmosis) dan memenuhi standar yang sama dengan purified water, USP dalam hal jumlah zat padat yang ada yaitu tidak melebihi dari 1 mg/100 ml. water for injection, USP dan tidak boleh mengandung zat penambahan. Walaupun air untk obat suntik tidak disyatkan steril tetapi bebas dari pathogen air tersebut dimaksudkan untuk pembawa produk yang disuntikkan yang akan disterilkan sesudah dibuat

Menurut FI IV : air sebagai zat pembawa injeksi memnuhi syarat uji pirogen (231), uji endotoksin bakteri (201) seperti yang tertera dalam monografi, kecuali dinyatakn lain dalam monografi, pada umunya digunakan air untuk injeksi sebagai zat pembawa.

B.3 Syarat-syarat obat suntik :

1.    Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan/efek toksin
2.    Harus jernih, tidak ada partikel padat kecuali yang berbentuk sspensi
3.    Sedapat mungkin isohidris< pH larutan injeksi harus sama dengan pH cairan tubuh agar bisa diinjeksikan kedalam tubuh tidak terasa sakit dan penyerapan obat dapat optimal
4.    Tidak berwarna, kecuali obatnya memang berwarna
5.    Sedapat mungkin isotonis,tekanan osmose larutan harus sama dengan tekanan osmose darah dan cairan tubuh agar tidak sakit bila diinjeksi
6.    Harus steril dan bebas pathogen

B.4 Penggolongan obat suntik menurut cara penyuntikanya :

1.  Intracutan (i.c)
2.  Subcutan (s.c)
3.  Intramuscular (i.m)
4.  Intavena (i.v)
5.  Intratekal (i.t)
6.  Intraperitonial (i.p)
7.  Peridual (p.d)
8.  Intrasisternal (i.s)
9.  Intrakardial (i.kd)

B.5 Menurut pelarut dan zat pembawa yang digunakan dalam obat suntik, terbagi 2 :


1.  Pelarut dan zat pembawa air
2.  Pelarut dan zat pembawa minyak

B.6 Menurut cara dibuatnya, sediaan injeksi steril dapat dibagi dengan 2 cara :


1.  Na-steril (sterilisasi akhir), yaitu obat disterilkan terakhir setelah proses pembuatan.
2.  Aseptis, yaitu dalam hal ini seluruh alat dan bahan yang digunakan harus steril sebelum proses pembuatan dimulai.

C.   Pre Formulasi

C.1  Zat aktif
1.     Chlorpheniramin maleat
Klorfeniramin maleat adalah turunan alkilamin yang merupakan antihistamin dengan indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas yang relatif rendah. Klorfeniramin maleat merupakan obat golongan antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1). Pemasukan gugus klor pada posisi para cincin aromatik feniramin maleat akan meningkatkan aktifitas antihistamin.








Struktur Kimia Chlorpheniramin maleat

Berdasarkan struktur molekulnya, memiliki gugus kromofor berupa cincin pirimidin, cincin benzen, dan ikatan –C=C- yang mengandung elektron pi (π) terkonjugasi yang dapat mengabsorpsi sinar pada panjang gelombang tertentu di daerah UV (200-400 nm), sehingga dapat memberikan nilai serapan.

Mekanisme Kerja Obat

Menurut Dinamika Obat (ITB,1991),CTM merupakan salah satu antihistaminika H1 (AH1) yang mampu mengusir histamin secara kompetitif dari reseptornya (reseptor H1) dan dengan demikian mampu meniadakan kerja histamin.
Di dalam tubuh adanya stimulasi reseptor H1 dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar, kontraksi otot (bronkus, usus, uterus), kontraksi sel-sel endotel dan kenaikan aliran limfe. Jika histamin mencapai kulit misal pada gigitan serangga, maka terjadi pemerahan disertai rasa nyeri akibat pelebaran kapiler atau terjadi pembengkakan yang gatal akibat kenaikan tekanan pada kapiler. Histamin memegang peran utama pada proses peradangan dan pada sistem imun.
CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos. AH1 juga bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas dan keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebih. Dalam Farmakologi dan Terapi edisi IV (FK-UI,1995) disebutkan bahwa histamin endogen bersumber dari daging dan bakteri dalam lumen usus atau kolon yang membentuk histamin dari histidin.
Klorfeniramin maleat mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 100,5 %   dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian           : Serbuk hablur, putih, tidak berbau . larutan mempunyai pH antara 4 dan 5
Kelarutan           :  Mudah larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam kloroform, sukar larut dalam eter dan dalam benzene
Sterilisasi           :   Otoklaf 121°C, 15 menit
Penggunaan    :   Antihistamin
Dosis                  :  Dewasa: i.m, sekali, 1⁄2 ml sampai 2 ml, anak: s.c, 87,5 µg per     kg  berat badan
Penyimpanan   :    Dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda, terlindung  dari cahaya
Literature           :   Fornas, hal. 69, FI IV hal. 210, FI III hal.153, Farmakologi dan Terapi edisi IV (FK-UI,1995), Dinamika Obat (ITB,1991)


       C.2  Zat Tambahan

1.     Benzyl Alcohol
Benzil alcohol mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari 100,5%
Pemerian           : Cairan tidak berwarna, bau aromatic lemah, rasa membakar tajam, mendidih pada suhu 206° tanpa peruraian. Netral terhadap lakmus.
Kelarutan           : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol 50%, bercampur dengan etanol dengan eter dengan kloroform.
Sterilisasi           : Otoklaf 121°C, 15 menit
Penggunaan    : Solubilizer (5% atau lebih)
Literature           : FI IV hal. 71, Pharmaceutical Excipients, hal. 17, Martindale

2.     Natrium chloridum
Natrium chloride mengandung tidak kurang dari 99,00% dan tidak lebih dari 101,00% NaCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan tidak mengandung zat tambahan.
Pemerian           : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, rasa asin.
Kelarutan           : Mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih, larut dalam glyserin, sukar larut dalam etanol.
Sterilisasi           :  Autoklaf 121°C 15 menit
Penggunaan    : Pengisotonis dalam intravena atau ophthalmic solutions (diatas 0,9%)
Literatur                        :  FI IV hal 584, Pharmaceutical Excipient hal. 267

C.3  Zat Pembawa

1.     Aqua pro injeksi
Adalah air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung glukosa, anti mikroba atau bahan tambahan lainnya.
Pemerian           : Zat teroksidasi memenuhi syarat yang tertera pada aqua destillata
Sterilisasi         : Memenuhi uji sterilisasi yang tertera pada uji keamanan hayati
Penggunaan    : Diluents / bacteriostatic water for injection / air steril untuk injeksi (up to 100% concentrate)
Literatur                        :  FI IV hlm.112. Pharmaceutical Excipient hal. 366

D.   Formulasi

R /  Inj. Chlorpheniramin maleat 10 mg
      Benzyl alcohol 1%
      Aqua p.i ad 1 ml
Mf  inj. Vial 10 ml No III

Teori pendukung : Fornas halaman 69,

Injeksi chlorpheniramina, tiap ml mengandung Tiap ml mengandung
R/  Chlorpheniramin maleat 10 mg
      Aqua p.i ad 1 ml

Penyimpanan           : Dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda, terlindung dari cahaya.
Dosis                          : Dewasa       : i.m, sekali, 1/2 ml sampai 2 ml
                                     Anak-anak   : s.c, 87,5 µg/kg BB
Catatan                      : 1. Digunakan air untuk injeksi bebas udara.
                                    2.  Ph 4,0-5,2
                                     3. Pada pembuatan dialiri nitrogen
                                     4. Disterilkan dengan cara sterilisasi A.
                                    5. Sediaan berkekuatan lain : 20 mg ; 50 mg ; 100 mg
Prinsip                       : Na-Steril.

E.   Pelaksanaan

R /  Inj. Chlorpheniramin maleat 10 mg
      Benzyl alcohol 1%
      Aqua p.i ad 1 ml
Mf  inj. Vial 10 ml N0 III

KR       :
OTT     : 
Usul    :   1.     Alat berbahan kaca (gelas) steril.
2.      Vial dianggap coklat agar tidak terkena cahaya, karena zat aktif akan  rusak  jika terkena cahaya.
3.      Penambahan NaCl untuk pengisotonis.
Prinsip            :   Na Steril.


F.    Tabel Perencanaan :

No
Nama Zat
Kelarutan
pH
Sterilisasi
Literatur
1
Chlorpheniramin maleas

larut dalam 4 bagian air , dalam 10 bagian etanol (95%) P dan dalam 10 bagian kloroform P ; sukar larut dalam eter P.

4,0 – 5, 2
Otoklaf 121 oC selama 15 menit
FI III hlm 153

2
Benzyl alkohol

larut dalam 25 bagian air; dapat campur dengan etanol (95%) P , dengan kloroform dan dengan eter P
Tidak > 0,5
Otoklaf 121°C, selama15 menit
FI III hlm.113
MD hal 39
3
Aqua P.I bebas CO2


Didihkan selama 10 menit
FI III hlm. 97
Watt :12
4
NaCl
larut dalam 2,8 bagian air , dalam 2,7 bagian air mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol P; sukar larut dalam etanol (95%) P

Otoklaf 121 o C selama 15 menit
FI III hal 403






G.   Perhitungan dan Penimbangan :

G.1  Volume yang akan dibuat


   V = (n+2) V’
       = (3+2) 10,10 ml
       = 5 x 10,10 ml
       = 50 ,50 ml ~ 50 ml

1.  Chlorpheniramin Maleat = 10 mg x  = 500 mg = 0,5 g
2.  Benzyl Alkohol  
Sediaan benzyl alcohol =

3.  NaCl (0,576)
PTB CTM = 0,098
PTB Benzyl Alkohol = 0,094
   NaCl =
  =  = 0,5694 g
Untuk 50 ml : 0,5694 x  = 0,2847g ~ 285 mg
4.  Aqua pi ad 50 ml


G.2  Penimbangan

1.  Chlorpheniramin maleat         : 0,5 g
2.  Benzyl alcohol                           : 5 ml
3.  NaCl                                            : 285 mg
4.  Aqua pi ad 50 ml







H.   Sterilisasi alat dan bahan :

No
Alat dan bahan
Sterilisasi
Literatur
Waktu sterilisasi
Awal
Akhir
1
Kaca arloji, spatula, pinset, batang pengaduk
Flambir,
20 detik
Watt: 45

10:09:00

10:09:20
2
Erlenmeyer, corong,beaker glass, botol vial
Oven 170 
30 menit
Watt : 139
Dianggap steril
3
Gelas ukur, kertas saring, pipet
Otoklaf 121  15 menit
FI  IV
Dianggap steril
4
Tutup vial, karet pipet
Rebus
 30 menit
Watt : 53
10:11
11:41
5
Aqua p.i
Didihkan
10 menit
Watt : 12
10:45
10:55
6
Larutan obat
Otoklaf 121  15 menit
FI IV hal 112
Dianggap Steril


I.      Cara Kerja :

1.    Sterilisasi alat dan bahan (sesuai tabel H)
2.    Kalibrasi beaker glass 50 ml dan vial 10 ml
3.    Timbang bahan – bahan obat (G.2 Penimbangan)
4.    Didihkan Aqua p.i yang akan digunakan untuk melarutkan CTM
5.    Larutkan CTM dengan aqua P.I , masukkan ke dalam beaker glass
6.    Larutkan benzyl alkohol dengan aqua p.i ad larut , masukkan ke dalam beaker glass
7.    Larutkan NaCl dengan aqua p.i ad larut , masukkan ke dalam beaker glass
8.    Tambahkan aqua p.i  ad 50 ml ke dalam beaker glass
9.    Saring larutan obat dengan 2 kali penyaringan
       ( jenuhankan terlebih dahulu kertas saring dengan basahi kertas saring , lalu filtrat di saring ad ternih )
10.  Masukkan hasil penyaringan ke dalam vial masing-masing 10 ml
11.  Sterilisasi sediaan




J.    Evaluasi Hasil Sediaan

1.    Pada saat menuangkan hasil formulasi ke dalam botol vial cairan menempel di dinding vial bagian atas, sehingga menyulitkan untuk mengukur volume sampai tanda batas
2.    Klem almunium penutup vial di kunci/diklem dengan menggunakan tangan (bukan cetakan / alat khusus) sehingga hasilnya kurang rapi
3.    Pada saat proses penyaringan harus diperhatikan kebersihan kertas saring sebelum digunakan, agar hasil saringan tidak bercampur dengan debu yang menempel pada kertas saring





























K.   Desain Kemasan, Brosur dan Etiket
 

                                                                                                                     
























 


























TETES TELINGA KLORAMFENIKOL
A.   Tujuan Praktikum
  1. Mahasiswa dapat memahami cara formulasi sediaan farmasi steril,
  2. Mahasiswa dapat memahami cara-cara sterilisasi bahan obat, bahan pembantu, alat dan wadah sediaan farmasi steril
  3. Mahasiswa dapat memahami cara-cara pengemasan sediaan farmasi steril
  4. Mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan obat tetes telinga yang baik dan benar dengan melihat pengaruh pelarut terhadap suatu zat
  5. Mahasiswa dapat mengevaluasi sediaan farmasi steril yang telah dibuat
B.    Dasar Teori

Preparat telinga kadang – kadang dikenal sebagai preparat optic atau aural. Bentuk larutan paling sering digunakan pada telinga, suspensi, dan salep masih juga didapati penggunaannya. Preparat telinga biasanya diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil ke dalam saluran telinga untuk melepaskan kotoran teling (lilin telinga) atau untuk mengobati infeksi, peradangan atau rasa sakit.

      Preparat untuk melepaskan kotoran telinga. Kotoran telinga merupakan campuran sekresi kelenjar keringat dan kelenjar sebasea dari saluran telinga bagian luar. Pengeluaran kotoran ini lalau didiamkan akan menjadi kering, setengah padat yang lekat dan menahan sel-sel epitel benda – benda lain yang masuk saluran telinga. Tumpukan kotoran telinga yang berlebihan dalam telinga dapat menimbulkan rasa sakit, gatal, gangguan pendengaran dan merupakan penghalang bagi pemeriksaan otologik. Bila tidak dibuang secara periodik, kotoran tersebut akan berpengaruh buruk, dan mengeluarkannya akan menjadi lebih sukar dan menimbulkan rasa sakit. Telah bertahun – tahun minyak mineral encer, minyak nabati, dan hydrogen peroksida biasa digunakan ntuk melunakkan kotoran telinga yang terjepit agar dapat dikeluarkan.

Baru – baru ini surfaktan sintetik dikembangkan untuk aktivitas cerumenolitik dalam melepeskan lilin teling. Tata cara dalam membuang lilin/kotoran telinga biasanya dimulai dengan menempatkan larutan optic pada saluran telinga dengan posisi telinga dengan posisi kepala pasien miring 45°, lalu dimasukkan gumpalan kapas untuk menahan obat dalam telinga selama 15 – 30 menit, disusul dengan menymprot saluran telinga dengan air hangat perlahan – lahan memakai penymprot telinga dari karet yang lunak.

Preparat telinga untuk antiinfeksi, antiradang, dan analgetik. Obat – obat yang digunakan pada permukaan bagian luar telinga untuk melawan infeksi adalah zat – zat seperti kloramfenikol, kolistin sulfat, neomisin, polimiksin B sulfat, dan nistatin, zat yang terakhir dipakai untuk melawan infeksi jamur. Pada umumnya zat – zat ini diformulasikan ke dalam bentuk tetes telinga (larutan atau suspensi) dalam gliserin anhidrat atau propilen glikol. Pembawa yang kental ini memungkinkan kontak antara obat dengan jaringan telinga yang lebih lama. Untuk membantu mengurangi rasa sakit yang sering menyertai infeksi telinga, beberapa preparat otic antiinfeksi juga mengandung bahan analgetik seperti antipirin dan anestetic lokal seperti lidokain, dibukain, dan benzokain.

Beberapa preparat cair telinga memerlukan pengawetan terhadap pertumbuhan mikroba. Apabila pengawetan diharuskan maka bahan yang umumnya dipakai adalah klorobutanol (0.5%), timerosol (0.01%), dan kombinasi paraben – paraben.
Antioksidan seperti natrium disulfida dan penstabil lainnya juga dimasukkan ke dalam formulasi obat tetes telinga, jika dibutuhkan. Preparat telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas atau plastik berukuran kecil (5 – 15 mL) dengan memakai alat penetes.

Tetes telinga kloramphenikol menurut FI IV hal 191 :
Larutan steril kloramphenikol dalam pelarut yang sesuai, mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 130,0% C11H12Cl2N2O5 dari jumlah yang tertera pada etiket.

Tetes telinga harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yaitu:
a.  Steril
b.  Sedapat mungkin isohidris
c.  Sedapat mungkin isotonis

Bila obatnya tidak tahan pemanasan, maka sterilitas dicapai dengan menggunakan pelarut steril, dilarutkan obatnya secara aseptis, dan menggunakan penambahan zat pengawet dan botol atau wadah yang steril. Isotonis dan pH yang dikehendaki diperoleh dengan menggunakan pelarut yang cocok.     

Semua alat yang digunakan untuk pembuatan tetes mata, begitu juga dengan wadahnya, harus bersih betul sebelum digunakan, jika perlu disterilkan. Wadah yang digunakan biasanya botol kaca dan penetes (Botol Tetes).
Untuk membuat sediaan yang tersatukan, maka faktor-faktor berikut hendaknya diperhatikan:

a.     Steril
Pemakaian tetes mata yang terkontaminasi mikroorganisme dapat terjadi rangsangan berat yang dapat menyebabkan hilangnya daya penglihatan atau tetap terlukanya mata sehingga sebaiknya dilakukan sterilisasi akhir (sterilisasi uap) atau menyaring larutan dengan filter pembebas bakteri.
b.     Kejernihan (bebas atau miskin bahan melayang)
Persyaratan ini dimaksudkan untuk menghindari rangsangan akibat bahan padat. Sebagai material penyaring digunakan leburan gelas, misalnya jenaer fritten dengan ukuran pori G 3 – G 5
c.      Pengawetan
Dengan pengecualian sediaan yang digunakan pada mata luka atau untuk tujuan pembedahan, dan dapat dibuat sebagai obat bertakaran tunggal, maka obat tetes mata harus diawetkan. Pengawet yang sering digunakan adalah thiomersal (0,002%), garam fenil merkuri (0,002%), garam alkonium dan garam benzalkonium (0,002-0,01%), dalam kombinasinya dengan natrium edetat (0,1%), klorheksidin (0,0005-0,01%), klorbutanol (0,5%), dan benzilalkohol (0,5-1%).
d.     Tonisitas
Sediaan tetes mata sebaiknya dibuat mendekati isotonis agar dapat diterima tanpa rasa nyeri dan tidak dapat menyebabkan keluarnya air mata, yang dapat mencuci keluar bahan obatnya. Untuk membuat larutan mendekati isotonis, dapat digunakan medium isotonis atau sedikit hipotonis, umumnya digunakan natrium-klorida (0,7-0,9%) atau asam borat (1,5-1,9) steril.
e.     Pendaparan
Mirip seperti darah. Cairan mata menunjukan kapasitas dapar tertentu. Yang sedikit lebih rendah oleh karena sistem yang terdapat pada darah seperti asam karbonat, plasma, protein amfoter dan fosfat primer-sekunder, juga dimilikinya kecuali sistem hemoglobin-oksi hemoglobin. Harga pHnya juga seperti darah 7,4 akan tetapi hilangnya karbondioksida
f.       Viskositas dan aktivitas permukaan
Tetes mata dalam air mempunyai kerugian, oleh karena mereka dapat ditekan keluar dari saluran konjunktival oleh gerakan pelupuk mata. Oleh karena itu waktu kontaknya pada mata menurun. Melalui peningkatan viskositas dapat dicapai distribusi bahan aktif yang lebih baik didalam cairan dan waktu kontak yang lebih panjang. Lagi pula sediaan tersebut memiliki sifat lunak dan licin sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. Oleh karena itu sediaan ini sering dipakai pada pengobatan keratokonjunktifitis. Sebagai peningkat viskositas digunakan metal selulosa dan PVC.


C.    Pre Formulasi  :

C.1   Zat aktif
1.    Chloramphenicol
Kloramfenikol merupakan antibiotik yang mempunyai aktifitas bakteriostatik dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya bekerja dengan menghambat sintesis protein dengan jalan meningkatkan ribosom subunit 50S yang merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob gram positif dan beberapa bakteri aerob gram negatif.

 Kloramfenikol [1-(p-nirofenil)-2-diklorasetamido-1,3-propandiol] berasal dari Streptomyces venezuelae, Streptomyces phaeochromogenes, dan Streptomyces omiyamensis.






Struktur Kimia Kloramfenikol

Kloramfenikol berkhasiat untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh Salmonella thypi dan Salmonella parathypi. Namun demikian, kloramfenikol tidak aktif terhadap virus, jamur, dan protozoa.

Mekanisme Kerja Kloramfenikol adalah sebagai berikut.

a.     Bekerja menghambat sintesis protein bakteri
b.     Obat dengan mudah masuk ke dalam sel melalui proses difusi terfasilitasi
c.      Obat mengikat secara reversible unit ribosom 50s, sehingga mencegah ikatan asam amino yang mengandung ujung aminoasil t-rna dengan salah satu tempat berikatannya di ribosom
d.     Pembentukan ikatan peptida dihambat selama obat berikatan dengan ribosom
e.     Kloramfenikol juga dapat menghambat sistesis protein mitokondria sel mamalia  karena ribosom mitokondria mirip dengan ribosom bakteri

Berikut adalah indikasi obat kloramfenikol.

a.    Demam tifoid
b.    Meningitis karena bakteri
c.    Infeksi saluran urin
d.    Penyakit riketsia
e.    Infeksi anaerob
f.     Bruselosis

Adapun efek samping dalam penggunaan obat kloramfenikol adalah sebagai berikut;

a.    Reaksi hematologik berupa depresi sumsung tulang dan anemia aplastik
b.    Reaksi saluran cerna yakni mual, muntah,  diare, glositis, dan enterokolitis
c.    sindrom gray
d.    Menghambat fungsi penggabungan oksidase hepatik yang dapat mengakibatkan penghambatan metabolisme obat seperti walfarin, fenitonin, tolbutamin, dan klorporamid.

e.    Kloramfenikol apabila diberikan pada anak usia di bawah satu tahun dapat menyebabkan penyakit kuning.
Rumus molekul          :  C11H12Cl2N2O5.
Berat Molekul              :  323,13.
Pemerian                     : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih hingga putih  kelabu atau putih kekuningan.
Kelarutan                     :  Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etenol, dalam propilena glikol.
Titik Lebur                    :  Antara 1490 dan 1530 C.
pH                                  :  Antara 4,5 dan 7,5.
OTT                               :  Endapan segera terbentuk bila kloramfenikol 500 mg dan eritromisin 250 mg atau tetrasiklin Hcl 500 mg dan dicampurkan dalam 1 liter larutan dekstrosa 5%.
Stabilitas                    :  Salah satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui paling stabil dalam segala pemakaian. Stabilitas baik pada suhu kamar dan kisaran pH 2-7, suhu 25oC dan pH mempunyai waktu paruh hampir 3 tahun. Sangat tidak stabil dalam suasana basa. Kloramfenikol dalam media air adalah pemecahan hidrofilik pada lingkungan amida. Stabil dalam basis minyak dalam air, basis adeps lanae. (Martindale edisi 30 hal 142).
Dosis                             :  5-10% (Martindale edisi 36 hal 242).
Khasiat                         :  Antibiotik, antibakteri (Martindale edisi 30 hal 141).
Penyimpanan             :  Wadah tertutup rapat.
Literatur                        :  Farmakope Indonesia edisi IV halaman 191; Martindale Edisi 28 halaman 1136

C.2   Zat Tambahan dan Pembawa

1.    Dinatrium edetat
Dinatrium edetat digunakan sebagai agen pengkelat untuk mengikat ion logam-logam yang berasal dari wadah gelas, selain itu wadah gelas berkapur dapat membebaskan logam yang dapat mengkatalisis hidrolisis zat aktif menjadi tidak stabil, selain itu juga preparat mata tidak boleh mengandung logam.
Dinatrium edetat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0%  dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian                     : Serbuk hablur, putih.
Kelarutan                     : Larut dalam air.
Sterilisasi                     : Otoklaf / filtrasi
Penggunaan                : Antioksidan (0,005-0,1%), antibakteri (0,1%), antikoagulan (0,1%-0,3%)
Penyimpanan             : Dalam wadah tertutup baik
Literature                      : FI IV hal. 329. PharmaceuticalExcipient hal. 108

2.    Methyls parabenum / Nipagin
Metilparaben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5%  dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa pedas. Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,3,5 bagian eter (95%), dan dalam 3 bagian aseton, larut dalam eter dan larut dalam alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol.
Pemerian                       : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar.
Kelarutan                       : Sukar larut dalam air, dalam benzene dan dalam karbon tetraklorida, mudah larut dalam etanol dan dalam eter.
Khasiat                                     : Bahan pengawet
Penggunaan               : Antimicrobial preservative (0,05-0,25%)
Penyimpanan             : Dalam wadah tertutup rapat
Literatur                          : FI IV hal. 551. Pharmaceutical Excipient hal. 184, Anonim, 1979
3.    Aqua pro injeksi
Adalah air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung glukosa, anti mikroba atau bahan tambahan lainnya.
Pemerian           : Zat teroksidasi memenuhi syarat yang tertera pada aqua destillata
Sterilisasi         : Memenuhi uji sterilisasi yang tertera pada uji keamanan hayati
Penggunaan    : Diluents / bacteriostatic water for injection / air steril untuk injeksi (up to 100% concentrate)
Literatur                        :  FI IV hlm.112. Pharmaceutical Excipient hal. 366

4.    Propylenglycolum
Propilen glikol adalah propana-1,2-diol dengan rumus molekul C3H8O2 dan berat molekul 76,10. Struktur kimia propilen glikol : CH3 – CH (OH) – CH2OH.
Propilen glikol berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, dan higroskopik. Propilen glikol dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah P dan dengan minyak lemak. Propilen glikol dapat berfungsi sebagai pengawet, antimikroba, disinfektan, humektan, solven, stabilizer untuk vitamin dan kosolven yang dapat bercampur dengan air. Sebagai pelarut atau kosolven, propilen glikol digunakan dalam konsentrasi 10-30% larutan aerosol, 10-25% larutan oral, 10-60% larutan parenteral dan 0-80% larutan topikal. Propilen glikol digunakan secara luas dalam formulasi sediaan farmasi, industri makanan maupun kosmetik, dan dapat dikatakan relatif non toksik.
Dalam formulasi atau teknologi farmasi, propilen glikol secara luas digunakan sebagai pelarut, pengekstrak dan pengawet makanan dalam berbagai sediaan farmasi parenteral dan non parenteral. Propilen glikol merupakan pelarut yang baik dan dapat melarutkan berbagai macam senyawa, seperti kortikosteroid, fenol, obat-obat sulfa, barbiturat, vitamin (A dan D), kebanyakan alkaloid dan berbagai anastetik local.
Propilen glikol mengandung tidak kurang dari 99,5% C3H8O2
Pemerian                     : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara lembab.
Kelarutan                     : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform, larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial, tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.
Penggunaan               : Solvent or cosolvent (5-80%)
Penyimpanan             : Dalam wadah tertutup rapat
Literature                      : FI IV hal. 712. Pharmaceutical Excipient hal. 241

D.    Formulasi
         
     R/ Tetes telinga kloramfenikol

Teori Pendukung     :    Drug Formulation Manuals  hlm. 557
                                 Martindale Edisi 28 hlm. 1141
                                 Fornas hlm 276
     Tiap ml mengandung

R/     chloramphenicol      1%
         Na2 EDTA               0,05%
         Nipagin                    0,02%
         Aqua P.I                  1,2%
         Propylenglikol         ad 10 ml

E.   Pelaksanaan

     R/ Tetes telinga kloramfenikol
Mf  gtt o d s 10 ml N0 3
Kelengkapan
KR                           :
OTT                          :
USUL                      :
1.    Alat-alat gelas dianggap steril
2.    Bahan obat dianggap steril

Prinsip                    : Na Steril


F.    Tabel Perencanaan :

No
Nama zat
Kelarutan
pH
Sterilisasi
Literatur
1
Chloramphenicol
Larut dalam lebih kurang 400 bagian air , dalam 2,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P; sukar larut dalam kloroform P dan eter P.
4,5-7,5
Otoklaf 121 
15 menit
FI III :143
MD 28 : 1136

2
Na2EDTA
Larut dalam 11 bagian air ,sukar larut dalam etanol (95%)P, praktis tidak larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
4,0-6,0


FI III :669
FI IV :329
3
Nipagin
larut dalam 500 bagian air , dalam 20 bagian air mendidih , dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P : mudah larut dalam eter P dalam larutan alkali hidroksida : larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas


FI III: 378

4
Aqua p.i


Didihkan 30’
Watt :12
FI III : 97

5
Propyleng lycol
:  dapat campur dengan air ,dengan etanol (95%) P dan dengan  kloroform P ; larut dalam 6 bagian eter P ; tidak dapat campur               dengan eter minyak tanah P dan dengan minyak lemak.



FI III: 534

G.    Perhitungan dan Penimbangan :

G.1   Perhitungan Bahan

          Volume yang akan dibuat ( 3 botol tetes telinga @10ml)
          V   =  (3 x 10 ml) + 25 %
               =  37,5 m l  ~  40 ml

1.    Chloramphenicol
2.    Na2EDTA
Sediaan 1% =
3.    Nipagin
Sediaan 5 % =


Pengenceran nipagin :
0,1 x 50ml = 5V
0,16 x 1 ml = 1,6 ml
   0,1
 
                   = 5/5 = 1 ml + aqua p.i. ad 50 ml
Sediaan 0,1% =
4.    Aqua P.I   
    
5.     Propylenglycol  ad 40 ml


G.2   Penimbangan Bahan

1.  Chloramphenicol .          =    0,4 g = 400 mg 
2.  Na2 EDTA                        =    2 ml
3.  Nipagin                  =    1,6 ml
4.  Aqua P.I                 =    5 ml
5.  Propylenglycol    ad    40 ml



















H.   Sterilisasi alat dan bahan :

No
Alat dan bahan
Sterilisasi
Literatur
Waktu sterilisasi
Awal
Akhir
1
Kaca arloji, spatula, pinset, batang pengaduk
Flambir, 20 detik
Watt: 45
10:09:00
10:09:20
2
Erlenmeyer, corong,beaker glass, botol tetes
Oven 170 30 menit
Watt : 139
Dianggap Steril
3
Gelas ukur, pipet
Otoklaf 121  15 menit
FI  IV
Dianggap Steril
4
Tutup botol tetes, karet pipet
Rendam alcohol 30 menit
Watt : 45
10:36
11:06
5
Aqua p.i
Didihkan 10 menit
Watt : 12
10:45
10:55
6
Larutan obat
Otoklaf 121  15 menit
FI IV hal 112
Dianggap Steril


I.      Cara Kerja :

1.      Sterilkan alat dan bahan (sesuai tabel H)
2.      Sterilisasi aqua p.i dengan cara didihkan
3.      Kalibrasi botol tetes 10 ml, kalibrasi beaker glass 40 ml
4.      Timbang bahan obat dalam kaca arloji (G.2 Penimbangan Bahan)
5.      Masukan kedalam beaker glass chloramphenicol di tambahkan propylenglycol sebanyak 7 bagian
6.      Nipagin ditambahkan propylenglycol qs, masukkan ke dalam beaker glass
7.      Na2 EDTA ditambah aqua p.i ,masukkan ke dalam beaker glass , aduk
8.      Tambahkan propylenglycol  ad 40 ml ke dalam beaker glass
9.      Masukan larutan bahan obat kedalam botol tetes yang telah di kalibrasi
10.   Sterilisasi sediaan

J.    Evaluasi Hasil Sediaan

1.      Pada saat menuangkan hasil formulasi ke dalam botol tetes cairan menempel di dinding botol tetes bagian atas, sehingga menyulitkan untuk mengukur volume sampai tanda batas
2.      Pada saat mengaduk hasil formulasi secara berlahan dan lama, agar obat tercampur sempurna / homogen
3.      Pada saat menuangkan sediaan obat dari kaca arloji harus benar-benar dipastikan semua bagian obat tidak ada yang tersisa

                                         






























K.   Desain Kemasan, Brosur dan Etiket
 





 


                                                                                                                     



























 









DAFTAR PUSTAKA

1.   Anonim.1979.Farmakope Indonesia Edisi III.Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
2.   Anonim.1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta : Departemen Kesehatan RI
3.   James, E.F.Reynold.1982.Martindale The Extra Pharmacopeia Twenty-eight Edition. London: The Pharmaceutical Press
4.   Departemen Kesehatan RI.1978.Formularium Nasional.Jakarta : Departemen Kesehatan RI
5.   Wattimena JR.1986.Dasar – dasar Pembuatan dan Resep – Resep Obat Suntik. Bandung : Penerbit Terate
6.   Hardjasaputra, Purwanto.2000. Data Obat di Indonesia. Jakarta: Guafidian Medipress
7.   Depkes RI. 2000. Informasi Obat Nasional Indonesia. Jakarta: CV Sagung Seto.
8.   Agoes, Goeswin, Drs.1957.Larutan Parenteral.Bandung: ITB Press.