INJEKSI CHLORPHENIRAMIN MALEAS DAN
TETES
TELINGA KLORAMFENIKOL

Oleh :
Titis Triyamuliyana (50)
Ucu Kurniawan (51)
Uniex Septiyalinda (52)
JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES
JAKARTA II
2013
PENDAHULUAN
Sterilisasi adalah
suatu proses untuk menghilangkan, mematikan atau menghancurkan semua bentuk
mikroorgaisme hidup baik yag patogen maupuntidak, baik dalam bentuk vegetatif
(spora) dari suatu objek atau bahan.
Beberapa
definisi yang sering dijumpai dalam bidang teknologi steril, antara lain :
Ø Sterilisasi
adalah suatu kondisi tidak adanya mikroorganisme
Ø Sterilisasi
adalah suatu cara untuk inaktivasi atau eliminasi mikroorganisme hidup
(termassuk spora)
Ø Teknik
aseptik adalah prosedur pembuatan produk steril dari bahan,alat,pekerja dan
area yang steril sehingga tidak memungkinkan masuknya mikroba dalam produk
Ø Uji
sterilitas adalah pengujian produk steril dari paparan mikroba
Ø Disinfeksi
adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengurangi mikroba patogen pada
kondisi tertentu, tidak bersifat absolut, efektif untuk bentuk vegetatif bukan
spora
Ø Desinfektan
adalah bahan kimia yang digunakan untuk membunuh mikroba patogen dari
benda-benda hidup
Ø Antiseptik
adalah baha kimia yang digunakan pada jaringan hidup (manusia atau hewan) untuk
membunuh mikroba patogen
Metode
sterilisasi
Beberapa metode
sterilisasi yang digunakan, antara lain:
1.
Pemanasan
2.
Radiasi
3.
Filtrasi
4.
Kimia (gas)
INJEKSI CHLORPHENIRAMIN MALEAS
A. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat memahami cara formulasi
sediaan farmasi steril
2. Mahasiswa dapat memahami cara-cara pengemasan
sediaan farmasi steril
3. Mahasiswa dapat mengevaluasi sediaan farmasi
steril yang telah dibuat
4. Mahasiswa dapat memahami cara-cara
sterilisasi bahan obat, bahan pembantu, alat dan wadah sediaan farmasi steril
B. Dasar Teori
B.1 Injeksi
Menurut
FI III : sediaan steril
berupa larutan,emulsi dan suspense atau serbuk yang haru dilarutkan atau disuspensikan terlbih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui kulit atau selaput lender. Injeksi diracik dengan melarutkan,
mengemulsikan, atau mensuspensikan sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal
atau wadah dosis ganda. Injeksi digolongkan menjadi intradermal, intramuscular,
intraciterium, interaktor, intrarektal, intrasisterna, pesidura,
intraortikulus, subkonjungtiva.
Menurut Ansel : obat suntik didefinisikan secara luas
sebagai sediaan steril bebass pathogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara
parental. Istilah parental seperti umum digunakan menunujukan lewat suntikan
seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan suntikan. Kata ini berasal dari
kata yunani, para dan enteron yang berarti diluar usus halus dan merupakan rute
pemberi lain dari rute oral
Menurut FI IV : pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk
injeksi harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba
dan bahan asing lain, cara pembuatan obat yang baik (CPOB) juga mensyaratkan
tiap akhir wadah injeksi harus diamati satupersatu secara fisik dan tiap wadah
yang menunjukan percampuran bhan asing yang terlihat secara visual harus
ditolak.
B.2 Air untuk Injeksi
Menurut FI III : aqua pro injektiv dibuat dengan menyuling kembali air
suling segar dengan pemakaian alat kaca netral atau wadah logam yang cocok yang
dilengkapi dengan labu peracik. Hari pertama sulingan dibuang sulingan
selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan digunakan.
Menurut Ansel : pelarut yang paling sering digunakan adalah obat
suntik secara besar-besaran adalah air untuk obat sunti, air ini dimurnikan dengan
cara penyulingan atas atau osmosis terbalik (reverseosmosis) dan memenuhi
standar yang sama dengan purified water, USP dalam hal jumlah zat padat yang
ada yaitu tidak melebihi dari 1 mg/100 ml. water for injection, USP dan tidak
boleh mengandung zat penambahan. Walaupun air untk obat suntik tidak disyatkan
steril tetapi bebas dari pathogen air tersebut dimaksudkan untuk pembawa produk
yang disuntikkan yang akan disterilkan sesudah dibuat
Menurut FI IV : air sebagai zat pembawa injeksi memnuhi syarat uji
pirogen (231), uji endotoksin bakteri (201) seperti yang tertera dalam
monografi, kecuali dinyatakn lain dalam monografi, pada umunya digunakan air
untuk injeksi sebagai zat pembawa.
B.3 Syarat-syarat obat suntik :
1.
Aman,
tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan/efek toksin
2.
Harus
jernih, tidak ada partikel padat kecuali yang berbentuk sspensi
3.
Sedapat
mungkin isohidris< pH larutan injeksi harus sama dengan pH cairan tubuh agar
bisa diinjeksikan kedalam tubuh tidak terasa sakit dan penyerapan obat dapat
optimal
4.
Tidak
berwarna, kecuali obatnya memang berwarna
5.
Sedapat
mungkin isotonis,tekanan osmose larutan harus sama dengan tekanan osmose darah
dan cairan tubuh agar tidak sakit bila diinjeksi
6.
Harus
steril dan bebas pathogen
B.4 Penggolongan obat suntik menurut cara penyuntikanya :
1. Intracutan (i.c)
2. Subcutan (s.c)
3. Intramuscular (i.m)
4. Intavena (i.v)
5. Intratekal (i.t)
6. Intraperitonial (i.p)
7. Peridual (p.d)
8. Intrasisternal (i.s)
9. Intrakardial (i.kd)
B.5 Menurut pelarut dan zat pembawa yang
digunakan dalam obat suntik, terbagi 2 :
1. Pelarut dan zat pembawa air
2. Pelarut dan zat pembawa minyak
B.6 Menurut cara dibuatnya, sediaan injeksi
steril dapat dibagi dengan 2 cara :
1. Na-steril (sterilisasi akhir), yaitu obat
disterilkan terakhir setelah proses pembuatan.
2. Aseptis, yaitu dalam hal ini seluruh alat dan
bahan yang digunakan harus steril sebelum proses pembuatan dimulai.
C. Pre Formulasi
C.1 Zat aktif
1.
Chlorpheniramin
maleat
Klorfeniramin maleat
adalah turunan alkilamin yang merupakan antihistamin dengan indeks terapetik
(batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas yang relatif
rendah. Klorfeniramin maleat merupakan obat golongan antihistamin penghambat
reseptor H1 (AH1). Pemasukan gugus klor pada
posisi para cincin aromatik feniramin maleat akan meningkatkan aktifitas
antihistamin.

Struktur Kimia Chlorpheniramin
maleat
Berdasarkan struktur
molekulnya, memiliki gugus kromofor berupa cincin pirimidin, cincin benzen, dan
ikatan –C=C- yang mengandung elektron pi (π) terkonjugasi yang dapat
mengabsorpsi sinar pada panjang gelombang tertentu di daerah UV (200-400 nm),
sehingga dapat memberikan nilai serapan.
Mekanisme Kerja Obat
Menurut Dinamika Obat (ITB,1991),CTM merupakan salah satu
antihistaminika H1 (AH1) yang mampu mengusir histamin secara kompetitif dari
reseptornya (reseptor H1) dan dengan demikian mampu meniadakan kerja histamin.
Di dalam tubuh adanya stimulasi reseptor H1 dapat
menimbulkan vasokontriksi pembuluh-pembuluh yang lebih besar, kontraksi otot
(bronkus, usus, uterus), kontraksi sel-sel endotel dan kenaikan aliran limfe.
Jika histamin mencapai kulit misal pada gigitan serangga, maka terjadi
pemerahan disertai rasa nyeri akibat pelebaran kapiler atau terjadi
pembengkakan yang gatal akibat kenaikan tekanan pada kapiler. Histamin memegang
peran utama pada proses peradangan dan pada sistem imun.
CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh
darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos. AH1 juga bermanfaat untuk
mengobati reaksi hipersensitivitas dan keadaan lain yang disertai pelepasan
histamin endogen berlebih. Dalam Farmakologi dan Terapi edisi IV (FK-UI,1995)
disebutkan bahwa histamin endogen bersumber dari daging dan bakteri dalam lumen
usus atau kolon yang membentuk histamin dari histidin.
Klorfeniramin
maleat mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 100,5 %
dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian :
Serbuk hablur, putih, tidak
berbau . larutan mempunyai pH antara 4
dan 5
Kelarutan :
Mudah larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam
kloroform, sukar larut dalam eter dan
dalam benzene
Sterilisasi : Otoklaf
121°C, 15 menit
Penggunaan : Antihistamin
Dosis : Dewasa:
i.m, sekali, 1⁄2 ml sampai 2 ml, anak: s.c, 87,5 µg per kg
berat badan
Penyimpanan :
Dalam
wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda, terlindung dari cahaya
Literature : Fornas, hal. 69, FI IV hal. 210, FI III
hal.153,
Farmakologi dan Terapi edisi IV (FK-UI,1995), Dinamika Obat (ITB,1991)
C.2 Zat
Tambahan
1.
Benzyl Alcohol
Benzil alcohol mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari
100,5%


Pemerian : Cairan tidak berwarna, bau aromatic
lemah, rasa membakar tajam, mendidih pada suhu 206° tanpa peruraian. Netral
terhadap lakmus.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah
larut dalam etanol 50%, bercampur dengan etanol dengan eter dengan kloroform.
Sterilisasi : Otoklaf 121°C, 15 menit
Penggunaan : Solubilizer (5% atau lebih)
Literature : FI IV hal. 71, Pharmaceutical
Excipients, hal. 17, Martindale
2.
Natrium chloridum
Natrium chloride
mengandung tidak kurang dari 99,00% dan tidak lebih dari 101,00% NaCl dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan tidak mengandung zat tambahan.
Pemerian : Hablur bentuk kubus, tidak berwarna
atau serbuk hablur putih, rasa asin.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sedikit
lebih mudah larut dalam air mendidih, larut dalam glyserin, sukar larut dalam
etanol.
Sterilisasi : Autoklaf 121°C 15 menit
Penggunaan : Pengisotonis dalam intravena atau
ophthalmic solutions (diatas 0,9%)
Literatur : FI IV hal 584, Pharmaceutical Excipient hal.
267
C.3 Zat
Pembawa
1.
Aqua pro injeksi
Adalah air untuk injeksi
yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung glukosa,
anti mikroba atau bahan tambahan lainnya.
Pemerian : Zat teroksidasi memenuhi syarat
yang tertera pada aqua destillata
Sterilisasi : Memenuhi uji sterilisasi yang
tertera pada uji keamanan hayati
Penggunaan : Diluents / bacteriostatic water for
injection / air steril untuk injeksi (up to 100% concentrate)
Literatur : FI IV hlm.112. Pharmaceutical Excipient hal.
366
D. Formulasi
R / Inj. Chlorpheniramin maleat 10 mg
Benzyl alcohol 1%
Aqua p.i ad 1 ml
Mf inj. Vial 10 ml No III
Teori pendukung : Fornas
halaman 69,
Injeksi chlorpheniramina, tiap ml mengandung Tiap ml mengandung
R/ Chlorpheniramin maleat 10 mg
Aqua p.i ad 1
ml
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda,
terlindung dari cahaya.
Dosis : Dewasa : i.m, sekali, 1/2 ml sampai 2 ml
Anak-anak : s.c,
87,5 µg/kg BB
Catatan : 1. Digunakan air untuk injeksi
bebas udara.
2. Ph 4,0-5,2
3. Pada pembuatan
dialiri nitrogen
4. Disterilkan
dengan cara sterilisasi A.
5. Sediaan berkekuatan lain : 20 mg ; 50 mg ; 100 mg
Prinsip :
Na-Steril.
E. Pelaksanaan
R / Inj. Chlorpheniramin maleat 10 mg
Benzyl alcohol 1%
Aqua p.i ad 1 ml
Mf inj. Vial 10 ml N0 III
KR :
OTT :
Usul :
1. Alat berbahan kaca (gelas)
steril.
2.
Vial dianggap coklat agar tidak terkena cahaya, karena zat aktif akan rusak
jika terkena cahaya.
3.
Penambahan NaCl untuk pengisotonis.
Prinsip :
Na Steril.
F. Tabel Perencanaan :
No
|
Nama
Zat
|
Kelarutan
|
pH
|
Sterilisasi
|
Literatur
|
1
|
Chlorpheniramin maleas
|
larut dalam 4 bagian air , dalam 10 bagian etanol (95%)
P dan dalam 10 bagian kloroform P ; sukar larut dalam eter P.
|
4,0 – 5, 2
|
Otoklaf 121 oC selama 15 menit
|
FI
III
hlm 153
|
2
|
Benzyl
alkohol
|
larut dalam 25 bagian air; dapat campur dengan etanol (95%) P , dengan
kloroform dan dengan eter P
|
Tidak > 0,5
|
Otoklaf
121°C, selama15 menit
|
FI
III hlm.113
MD hal 39
|
3
|
Aqua P.I bebas CO2
|
|
|
Didihkan selama 10 menit
|
FI
III hlm. 97
Watt :12
|
4
|
NaCl
|
larut dalam 2,8 bagian air , dalam 2,7 bagian air mendidih
dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol P; sukar larut dalam etanol (95%) P
|
|
Otoklaf 121 o C selama 15 menit
|
FI III hal 403
|
G. Perhitungan dan Penimbangan :
G.1 Volume yang akan dibuat
V = (n+2) V’
= (3+2) 10,10 ml
= 5 x 10,10 ml
= 50 ,50 ml ~ 50 ml
1.
Chlorpheniramin
Maleat = 10 mg x
= 500 mg = 0,5 g


2. Benzyl Alkohol

Sediaan benzyl alcohol =
3. NaCl (0,576)
PTB CTM = 0,098
PTB Benzyl Alkohol = 0,094
NaCl = 



Untuk
50 ml : 0,5694 x
= 0,2847g ~ 285 mg

4. Aqua pi ad 50 ml
G.2 Penimbangan
1. Chlorpheniramin maleat : 0,5 g
2. Benzyl alcohol :
5 ml
3. NaCl : 285 mg
4. Aqua pi ad 50 ml
H. Sterilisasi alat dan bahan :
No
|
Alat
dan bahan
|
Sterilisasi
|
Literatur
|
Waktu
sterilisasi
|
|
Awal
|
Akhir
|
||||
1
|
Kaca
arloji, spatula, pinset, batang pengaduk
|
Flambir,
20 detik
|
Watt:
45
|
10:09:00
|
10:09:20
|
2
|
Erlenmeyer,
corong,beaker
glass, botol vial
|
Oven 170
![]()
30 menit
|
Watt
: 139
|
Dianggap
steril
|
|
3
|
Gelas
ukur, kertas saring, pipet
|
Otoklaf 121
![]() |
FI IV
|
Dianggap
steril
|
|
4
|
Tutup vial, karet pipet
|
Rebus
30 menit
|
Watt
: 53
|
10:11
|
11:41
|
5
|
Aqua
p.i
|
Didihkan
10 menit
|
Watt
: 12
|
10:45
|
10:55
|
6
|
Larutan
obat
|
Otoklaf 121
![]() |
FI
IV hal 112
|
Dianggap Steril
|
I. Cara Kerja :
1. Sterilisasi alat dan bahan (sesuai tabel H)
2. Kalibrasi beaker glass 50 ml dan vial 10 ml
3. Timbang bahan – bahan obat (G.2 Penimbangan)
4. Didihkan Aqua p.i yang akan digunakan untuk
melarutkan CTM
5. Larutkan
CTM dengan aqua P.I , masukkan ke dalam beaker glass
6. Larutkan benzyl alkohol dengan aqua p.i ad
larut , masukkan ke dalam beaker glass
7. Larutkan
NaCl dengan aqua p.i ad larut , masukkan ke dalam beaker glass
8. Tambahkan
aqua p.i ad 50 ml ke dalam beaker glass
9. Saring
larutan obat dengan 2 kali penyaringan
( jenuhankan
terlebih dahulu kertas saring dengan basahi kertas saring , lalu filtrat di
saring ad ternih )
10. Masukkan
hasil penyaringan ke dalam vial masing-masing 10 ml
11. Sterilisasi
sediaan
J. Evaluasi Hasil Sediaan
1.
Pada saat menuangkan hasil formulasi ke dalam botol vial cairan menempel di
dinding vial bagian atas, sehingga menyulitkan untuk mengukur volume sampai
tanda batas
2.
Klem almunium penutup vial di kunci/diklem dengan menggunakan tangan (bukan
cetakan / alat khusus) sehingga hasilnya kurang rapi
3.
Pada saat proses penyaringan harus diperhatikan kebersihan kertas saring
sebelum digunakan, agar hasil saringan tidak bercampur dengan debu yang
menempel pada kertas saring
K. Desain Kemasan, Brosur dan Etiket

![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
TETES TELINGA KLORAMFENIKOL
A. Tujuan Praktikum
- Mahasiswa dapat memahami cara formulasi sediaan farmasi steril,
- Mahasiswa dapat memahami cara-cara sterilisasi bahan obat, bahan pembantu, alat dan wadah sediaan farmasi steril
- Mahasiswa dapat memahami cara-cara pengemasan sediaan farmasi steril
- Mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan obat tetes telinga yang baik dan benar dengan melihat pengaruh pelarut terhadap suatu zat
- Mahasiswa dapat mengevaluasi sediaan farmasi steril yang telah dibuat
B.
Dasar Teori
Preparat telinga kadang – kadang dikenal sebagai preparat optic atau aural.
Bentuk larutan paling sering digunakan pada telinga, suspensi, dan salep masih
juga didapati penggunaannya. Preparat telinga biasanya diteteskan atau
dimasukkan dalam jumlah kecil ke dalam saluran telinga untuk melepaskan kotoran
teling (lilin telinga) atau untuk mengobati infeksi, peradangan atau rasa
sakit.
Preparat untuk melepaskan kotoran
telinga. Kotoran telinga merupakan campuran sekresi kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea dari saluran telinga bagian luar. Pengeluaran kotoran ini
lalau didiamkan akan menjadi kering, setengah padat yang lekat dan menahan
sel-sel epitel benda – benda lain yang masuk saluran telinga. Tumpukan kotoran
telinga yang berlebihan dalam telinga dapat menimbulkan rasa sakit, gatal,
gangguan pendengaran dan merupakan penghalang bagi pemeriksaan otologik. Bila
tidak dibuang secara periodik, kotoran tersebut akan berpengaruh buruk, dan
mengeluarkannya akan menjadi lebih sukar dan menimbulkan rasa sakit. Telah
bertahun – tahun minyak mineral encer, minyak nabati, dan hydrogen peroksida
biasa digunakan ntuk melunakkan kotoran telinga yang terjepit agar dapat
dikeluarkan.
Baru – baru ini surfaktan sintetik dikembangkan untuk aktivitas
cerumenolitik dalam melepeskan lilin teling. Tata cara dalam membuang
lilin/kotoran telinga biasanya dimulai dengan menempatkan larutan optic pada
saluran telinga dengan posisi telinga dengan posisi kepala pasien miring 45°,
lalu dimasukkan gumpalan kapas untuk menahan obat dalam telinga selama 15 – 30
menit, disusul dengan menymprot saluran telinga dengan air hangat perlahan –
lahan memakai penymprot telinga dari karet yang lunak.
Preparat telinga untuk antiinfeksi, antiradang, dan analgetik. Obat – obat
yang digunakan pada permukaan bagian luar telinga untuk melawan infeksi adalah
zat – zat seperti kloramfenikol, kolistin sulfat, neomisin, polimiksin B
sulfat, dan nistatin, zat yang terakhir dipakai untuk melawan infeksi jamur.
Pada umumnya zat – zat ini diformulasikan ke dalam bentuk tetes telinga
(larutan atau suspensi) dalam gliserin anhidrat atau propilen glikol. Pembawa
yang kental ini memungkinkan kontak antara obat dengan jaringan telinga yang
lebih lama. Untuk membantu mengurangi rasa sakit yang sering menyertai infeksi
telinga, beberapa preparat otic antiinfeksi juga mengandung bahan analgetik
seperti antipirin dan anestetic lokal seperti lidokain, dibukain, dan benzokain.
Beberapa preparat cair telinga memerlukan pengawetan terhadap pertumbuhan
mikroba. Apabila pengawetan diharuskan maka bahan yang umumnya dipakai adalah
klorobutanol (0.5%), timerosol (0.01%), dan kombinasi paraben – paraben.
Antioksidan seperti natrium
disulfida dan penstabil lainnya juga dimasukkan ke dalam formulasi obat tetes
telinga, jika dibutuhkan. Preparat telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas
atau plastik berukuran kecil (5 – 15 mL) dengan memakai alat penetes.
Tetes telinga kloramphenikol
menurut FI IV hal 191 :
Larutan steril
kloramphenikol dalam pelarut yang sesuai, mengandung tidak kurang dari 90,0%
dan tidak lebih dari 130,0% C11H12Cl2N2O5 dari jumlah yang tertera pada etiket.
Tetes telinga harus
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yaitu:
a. Steril
b. Sedapat mungkin isohidris
c. Sedapat mungkin isotonis
Bila obatnya tidak tahan pemanasan, maka sterilitas dicapai dengan
menggunakan pelarut steril, dilarutkan obatnya secara aseptis, dan menggunakan
penambahan zat pengawet dan botol atau wadah yang steril. Isotonis dan pH yang
dikehendaki diperoleh dengan menggunakan pelarut yang cocok.
Semua alat yang digunakan untuk pembuatan tetes mata, begitu juga dengan
wadahnya, harus bersih betul sebelum digunakan, jika perlu disterilkan. Wadah
yang digunakan biasanya botol kaca dan penetes (Botol Tetes).
Untuk membuat sediaan
yang tersatukan, maka faktor-faktor berikut hendaknya diperhatikan:
a.
Steril
Pemakaian tetes mata
yang terkontaminasi mikroorganisme dapat terjadi rangsangan berat yang dapat
menyebabkan hilangnya daya penglihatan atau tetap terlukanya mata sehingga
sebaiknya dilakukan sterilisasi akhir (sterilisasi uap) atau menyaring larutan
dengan filter pembebas bakteri.
b.
Kejernihan (bebas atau miskin bahan melayang)
Persyaratan ini
dimaksudkan untuk menghindari rangsangan akibat bahan padat. Sebagai material
penyaring digunakan leburan gelas, misalnya jenaer fritten dengan ukuran pori G
3 – G 5
c.
Pengawetan
Dengan pengecualian
sediaan yang digunakan pada mata luka atau untuk tujuan pembedahan, dan dapat
dibuat sebagai obat bertakaran tunggal, maka obat tetes mata harus diawetkan.
Pengawet yang sering digunakan adalah thiomersal (0,002%), garam fenil merkuri
(0,002%), garam alkonium dan garam benzalkonium (0,002-0,01%), dalam kombinasinya
dengan natrium edetat (0,1%), klorheksidin (0,0005-0,01%), klorbutanol (0,5%),
dan benzilalkohol (0,5-1%).
d.
Tonisitas
Sediaan tetes mata
sebaiknya dibuat mendekati isotonis agar dapat diterima tanpa rasa nyeri dan
tidak dapat menyebabkan keluarnya air mata, yang dapat mencuci keluar bahan
obatnya. Untuk membuat larutan mendekati isotonis, dapat digunakan medium
isotonis atau sedikit hipotonis, umumnya digunakan natrium-klorida (0,7-0,9%)
atau asam borat (1,5-1,9) steril.
e.
Pendaparan
Mirip seperti darah.
Cairan mata menunjukan kapasitas dapar tertentu. Yang sedikit lebih rendah oleh
karena sistem yang terdapat pada darah seperti asam karbonat, plasma, protein
amfoter dan fosfat primer-sekunder, juga dimilikinya kecuali sistem
hemoglobin-oksi hemoglobin. Harga pHnya juga seperti darah 7,4 akan tetapi
hilangnya karbondioksida
f.
Viskositas dan aktivitas permukaan
Tetes mata dalam air
mempunyai kerugian, oleh karena mereka dapat ditekan keluar dari saluran
konjunktival oleh gerakan pelupuk mata. Oleh karena itu waktu kontaknya pada
mata menurun. Melalui peningkatan viskositas dapat dicapai distribusi bahan
aktif yang lebih baik didalam cairan dan waktu kontak yang lebih panjang. Lagi
pula sediaan tersebut memiliki sifat lunak dan licin sehingga dapat mengurangi
rasa nyeri. Oleh karena itu sediaan ini sering dipakai pada pengobatan
keratokonjunktifitis. Sebagai peningkat viskositas digunakan metal selulosa dan
PVC.
C. Pre Formulasi :
C.1
Zat aktif
1.
Chloramphenicol
Kloramfenikol
merupakan antibiotik yang mempunyai aktifitas bakteriostatik dan pada dosis
tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya bekerja dengan menghambat
sintesis protein dengan jalan meningkatkan ribosom subunit 50S yang merupakan
langkah penting dalam pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol efektif
terhadap bakteri aerob gram positif dan beberapa bakteri aerob gram negatif.
Kloramfenikol
[1-(p-nirofenil)-2-diklorasetamido-1,3-propandiol] berasal dari Streptomyces
venezuelae, Streptomyces phaeochromogenes, dan Streptomyces omiyamensis.

Struktur Kimia Kloramfenikol
Kloramfenikol
berkhasiat untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh Salmonella thypi dan
Salmonella parathypi. Namun demikian, kloramfenikol tidak aktif terhadap virus,
jamur, dan protozoa.
Mekanisme Kerja Kloramfenikol
adalah sebagai berikut.
a.
Bekerja menghambat sintesis protein bakteri
b.
Obat dengan mudah masuk ke dalam sel melalui proses difusi terfasilitasi
c.
Obat mengikat secara reversible unit ribosom 50s, sehingga mencegah ikatan
asam amino yang mengandung ujung aminoasil t-rna dengan salah satu tempat
berikatannya di ribosom
d.
Pembentukan ikatan peptida dihambat selama obat berikatan dengan ribosom
e.
Kloramfenikol juga dapat menghambat sistesis protein mitokondria sel
mamalia karena ribosom mitokondria mirip
dengan ribosom bakteri
Berikut adalah indikasi
obat kloramfenikol.
a.
Demam tifoid
b.
Meningitis karena bakteri
c.
Infeksi saluran urin
d.
Penyakit riketsia
e.
Infeksi anaerob
f.
Bruselosis
Adapun
efek samping dalam penggunaan obat kloramfenikol adalah sebagai berikut;
a.
Reaksi hematologik berupa depresi sumsung tulang dan anemia aplastik
b.
Reaksi saluran cerna yakni mual, muntah,
diare, glositis, dan enterokolitis
c.
sindrom gray
d.
Menghambat fungsi penggabungan oksidase hepatik yang dapat mengakibatkan
penghambatan metabolisme obat seperti walfarin, fenitonin, tolbutamin, dan
klorporamid.
e.
Kloramfenikol apabila diberikan pada anak usia di bawah satu tahun dapat
menyebabkan penyakit kuning.
Rumus
molekul : C11H12Cl2N2O5.
Berat
Molekul : 323,13.
Pemerian : Hablur halus berbentuk
jarum atau lempeng memanjang, putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam
etenol, dalam propilena glikol.
Titik
Lebur : Antara 1490 dan 1530 C.
pH : Antara 4,5 dan 7,5.
OTT : Endapan segera terbentuk bila kloramfenikol
500 mg dan eritromisin 250 mg atau tetrasiklin Hcl 500 mg dan dicampurkan dalam
1 liter larutan dekstrosa 5%.
Stabilitas : Salah satu antibiotik yang secara kimiawi
diketahui paling stabil dalam segala pemakaian. Stabilitas baik pada suhu kamar
dan kisaran pH 2-7, suhu 25oC dan pH mempunyai waktu paruh hampir 3 tahun.
Sangat tidak stabil dalam suasana basa. Kloramfenikol dalam media air adalah
pemecahan hidrofilik pada lingkungan amida. Stabil dalam basis minyak dalam
air, basis adeps lanae. (Martindale edisi 30 hal 142).
Dosis : 5-10% (Martindale edisi 36 hal 242).
Khasiat : Antibiotik, antibakteri (Martindale edisi 30
hal 141).
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat.
Literatur : Farmakope Indonesia edisi IV halaman 191;
Martindale Edisi 28 halaman 1136
C.2 Zat Tambahan dan Pembawa
1.
Dinatrium edetat
Dinatrium edetat digunakan sebagai agen pengkelat untuk
mengikat ion logam-logam yang berasal dari wadah gelas, selain itu wadah gelas
berkapur dapat membebaskan logam yang dapat mengkatalisis hidrolisis zat aktif
menjadi tidak stabil, selain itu juga preparat mata tidak boleh mengandung
logam.
Dinatrium edetat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan
tidak lebih dari 101,0%
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian : Serbuk hablur, putih.
Kelarutan : Larut dalam air.
Sterilisasi : Otoklaf / filtrasi
Penggunaan :
Antioksidan (0,005-0,1%), antibakteri (0,1%), antikoagulan (0,1%-0,3%)
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Literature : FI IV hal. 329.
PharmaceuticalExcipient hal. 108
2.
Methyls parabenum / Nipagin
Metilparaben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak
lebih dari 100,5%
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak
mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa pedas. Larut dalam 500
bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,3,5 bagian eter (95%), dan dalam 3
bagian aseton, larut dalam eter dan larut dalam alkali hidroksida, larut dalam
60 bagian gliserol.
Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk
hablur, putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa
terbakar.
Kelarutan :
Sukar larut dalam air, dalam benzene dan dalam karbon tetraklorida, mudah larut
dalam etanol dan dalam eter.
Khasiat
:
Bahan pengawet
Penggunaan :
Antimicrobial preservative (0,05-0,25%)
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat
Literatur : FI IV hal. 551. Pharmaceutical
Excipient hal. 184, Anonim, 1979
3.
Aqua pro injeksi
Adalah air untuk injeksi
yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung glukosa,
anti mikroba atau bahan tambahan lainnya.
Pemerian : Zat teroksidasi memenuhi syarat
yang tertera pada aqua destillata
Sterilisasi : Memenuhi uji sterilisasi yang
tertera pada uji keamanan hayati
Penggunaan : Diluents / bacteriostatic water for
injection / air steril untuk injeksi (up to 100% concentrate)
Literatur : FI IV hlm.112. Pharmaceutical Excipient hal.
366
4.
Propylenglycolum
Propilen glikol adalah
propana-1,2-diol dengan rumus molekul C3H8O2
dan berat molekul 76,10. Struktur kimia propilen glikol : CH3 – CH (OH) – CH2OH.
Propilen glikol berupa
cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, dan
higroskopik. Propilen glikol dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan
dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan eter
minyak tanah P dan dengan minyak lemak. Propilen glikol dapat berfungsi sebagai
pengawet, antimikroba, disinfektan, humektan, solven, stabilizer untuk vitamin
dan kosolven yang dapat bercampur dengan air. Sebagai pelarut atau kosolven,
propilen glikol digunakan dalam konsentrasi 10-30% larutan aerosol, 10-25%
larutan oral, 10-60% larutan parenteral dan 0-80% larutan topikal. Propilen
glikol digunakan secara luas dalam formulasi sediaan farmasi, industri makanan
maupun kosmetik, dan dapat dikatakan relatif non toksik.
Dalam formulasi atau
teknologi farmasi, propilen glikol secara luas digunakan sebagai pelarut,
pengekstrak dan pengawet makanan dalam berbagai sediaan farmasi parenteral dan
non parenteral. Propilen glikol merupakan pelarut yang baik dan dapat
melarutkan berbagai macam senyawa, seperti kortikosteroid, fenol, obat-obat
sulfa, barbiturat, vitamin (A dan D), kebanyakan alkaloid dan berbagai
anastetik local.
Propilen glikol
mengandung tidak kurang dari 99,5% C3H8O2
Pemerian : Cairan kental, jernih,
tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara
lembab.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan
air, dengan aseton, dan dengan kloroform, larut dalam eter dan dalam beberapa
minyak esensial, tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.
Penggunaan :
Solvent or cosolvent (5-80%)
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat
Literature : FI IV hal. 712. Pharmaceutical
Excipient hal. 241
D. Formulasi
R/
Tetes telinga kloramfenikol
Teori Pendukung
: Drug Formulation Manuals hlm. 557
Martindale
Edisi 28 hlm. 1141
Fornas hlm 276
Tiap ml mengandung
R/
chloramphenicol 1%
Na2
EDTA 0,05%
Nipagin 0,02%
Aqua
P.I 1,2%
Propylenglikol ad 10 ml
E. Pelaksanaan
R/
Tetes telinga kloramfenikol
Mf gtt o d s 10 ml N0 3
Kelengkapan
KR
:
OTT
:
USUL
:
1.
Alat-alat gelas dianggap steril
2.
Bahan obat dianggap steril
Prinsip :
Na Steril
F. Tabel Perencanaan :
No
|
Nama zat
|
Kelarutan
|
pH
|
Sterilisasi
|
Literatur
|
1
|
Chloramphenicol
|
Larut dalam lebih kurang 400 bagian air , dalam 2,5
bagian etanol (95%) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P; sukar larut dalam
kloroform P dan eter P.
|
4,5-7,5
|
Otoklaf 121
![]()
15 menit
|
FI
III :143
MD 28 : 1136
|
2
|
Na2EDTA
|
Larut dalam 11 bagian air ,sukar larut dalam etanol
(95%)P, praktis tidak larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
|
4,0-6,0
|
|
FI
III :669
FI IV :329
|
3
|
Nipagin
|
larut dalam 500 bagian air , dalam 20 bagian air
mendidih , dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P :
mudah larut dalam eter P dalam larutan alkali hidroksida : larut dalam 60
bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas
|
|
|
FI III: 378
|
4
|
Aqua p.i
|
|
|
Didihkan 30’
|
Watt :12
FI III : 97
|
5
|
Propyleng lycol
|
:
dapat campur dengan air ,dengan etanol (95%) P dan dengan kloroform P ; larut dalam 6 bagian eter P ;
tidak dapat campur dengan eter minyak tanah P dan dengan
minyak lemak.
|
|
|
FI III: 534
|
G. Perhitungan dan Penimbangan
:
G.1 Perhitungan Bahan
Volume yang akan dibuat ( 3 botol
tetes telinga @10ml)
V = (3 x 10 ml) + 25 %
=
37,5 m l ~ 40 ml
1.
Chloramphenicol

2.
Na2EDTA

Sediaan 1% = 

3.
Nipagin

Sediaan 5 % = 

Pengenceran nipagin :
0,1 x 50ml = 5V
|
Sediaan 0,1% =
4.
Aqua P.I

5.
Propylenglycol ad 40 ml
G.2 Penimbangan
Bahan
1.
Chloramphenicol . =
0,4 g = 400 mg
2.
Na2 EDTA =
2 ml
3.
Nipagin = 1,6
ml
4.
Aqua P.I = 5
ml
5. Propylenglycol ad
40 ml
H. Sterilisasi alat dan bahan :
No
|
Alat
dan bahan
|
Sterilisasi
|
Literatur
|
Waktu
sterilisasi
|
|
Awal
|
Akhir
|
||||
1
|
Kaca
arloji, spatula, pinset, batang pengaduk
|
Flambir,
20 detik
|
Watt:
45
|
10:09:00
|
10:09:20
|
2
|
Erlenmeyer,
corong,beaker
glass, botol tetes
|
Oven
170
![]() |
Watt
: 139
|
Dianggap
Steril
|
|
3
|
Gelas
ukur,
pipet
|
Otoklaf
121
![]() |
FI IV
|
Dianggap
Steril
|
|
4
|
Tutup botol tetes, karet pipet
|
Rendam
alcohol 30 menit
|
Watt
: 45
|
10:36
|
11:06
|
5
|
Aqua
p.i
|
Didihkan
10 menit
|
Watt
: 12
|
10:45
|
10:55
|
6
|
Larutan
obat
|
Otoklaf
121
![]() |
FI
IV hal 112
|
Dianggap
Steril
|
I. Cara Kerja :
1.
Sterilkan
alat dan bahan (sesuai tabel H)
2.
Sterilisasi
aqua p.i dengan
cara didihkan
3.
Kalibrasi
botol tetes 10 ml, kalibrasi beaker glass 40 ml
4.
Timbang
bahan obat dalam kaca arloji (G.2 Penimbangan Bahan)
5.
Masukan
kedalam beaker glass chloramphenicol di tambahkan propylenglycol sebanyak 7
bagian
6.
Nipagin
ditambahkan propylenglycol qs, masukkan ke dalam beaker glass
7.
Na2
EDTA ditambah aqua p.i ,masukkan ke dalam beaker glass , aduk
8.
Tambahkan
propylenglycol ad 40 ml ke dalam beaker
glass
9.
Masukan
larutan bahan obat kedalam botol tetes yang telah di kalibrasi
10.
Sterilisasi
sediaan
J. Evaluasi Hasil Sediaan
1. Pada saat menuangkan hasil formulasi
ke dalam botol tetes cairan menempel di dinding botol tetes bagian atas,
sehingga menyulitkan untuk mengukur volume sampai tanda batas
2. Pada saat mengaduk hasil formulasi
secara berlahan dan lama, agar obat tercampur sempurna / homogen
3. Pada saat menuangkan sediaan obat
dari kaca arloji harus benar-benar dipastikan semua bagian obat tidak ada yang
tersisa
K. Desain Kemasan, Brosur dan Etiket



![]() |
![]() ![]() |
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim.1979.Farmakope Indonesia Edisi III.Jakarta
: Departemen Kesehatan RI.
2. Anonim.1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta
: Departemen Kesehatan RI
3. James, E.F.Reynold.1982.Martindale The Extra
Pharmacopeia Twenty-eight Edition. London: The Pharmaceutical Press
4. Departemen Kesehatan RI.1978.Formularium
Nasional.Jakarta : Departemen Kesehatan RI
5. Wattimena JR.1986.Dasar – dasar Pembuatan dan
Resep – Resep Obat Suntik. Bandung : Penerbit Terate
6. Hardjasaputra, Purwanto.2000. Data Obat di
Indonesia. Jakarta: Guafidian Medipress
7. Depkes RI. 2000. Informasi Obat Nasional
Indonesia. Jakarta: CV Sagung Seto.
8. Agoes, Goeswin, Drs.1957.Larutan
Parenteral.Bandung: ITB Press.